Rabu, 03 September 2008

URBAN LANDSCAPE

Sebagai murid lanskap angkatan pertama di IPB (angkatan 21 ‘84), saya bersyukur, masih mendapatkan arti “lanskap” yang sesunguhnya dari Alm Zain Rachman, Bapak lanskap Indonesia (karena tanpa beliau, maka ilmu lanskap tidak akan ada dibumi tercinta ini). Kalimat yang terngiang yang tak terlupakan hingga kini (karena beliau memiliki cara mengajar yang unique dan sangat menarik) adalah ketika beliau menyatakan bahwa kita dapat menilai baik tidaknya sebuah “lanskap” melalui dua aspek yakni aspek ekologis dan aspek estetika.

Kalimat itu yang kemudian melalui perenungan yang mendalam yang coba saya terjemahkan dalam merumuskan sebuah “urban landscape” yang baik, mengingat areal perkotaan pada umumnya dibangun dengan pesat untuk memenuhi kebutuhan peningkatan income generating wilayah setempat. Percepatan pertumbuhan ekonomi kadang mengindahkan “kaedah2 ekologis perkotaan”, sehingga kota yang seharusnya menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi penduduknya, berubah menjadi Hutan Beton yang diselimuti polusi kendaraan dan ketidak nyamanan penduduk dalam beraktivitas didalamnya. Dapat diambil contoh di Jakarta, dimana dilupakannya kaedah2 ekologis dalam membangun sebuah kota, mengakibatkan penduduk harus siap siaga menghadapi serangan banjir mendadak yang datang tanpa diundang. Jangankan kehidupan yang nyaman, bahkan ancaman maut pun seakan datang tanpa mengenal kata permisi kepada penduduk kota Jakarta.

Kemudian apa arti pembangunan kota yang menganut prinsip “kaedah2 estetika”? Apakah sekedar kota yang sudah menanam tanaman dan bunga2 di pusat kota ataukah kota yang tertata rapi, indah dan cantik, baik secara horizontal maupun vertikal? Jawaban ini saya temukan ketika beberapa hari yang lalu saya berkesempatan terbang sangat rendah dari Amsterdam menuju Bremen. Subhanallah, dari pesawat (yang sesungguhnya sudah sangat membosankan karena telah menempuh perjalanan selama 20 jam), saya melihat betapa penataan kota Amsterdam sangat rapi dan teratur dari atas pesawat. Selain penataan ruang yang sangat jelas zonasinya, bahkan penataan gedung pun (yang tidak dapat saya identifikasi apakah gedung apartemen atau gedung perkantoran) berjajar dengan sangat rapih, dengan orientasi ruang yang sangat jelas. Jalan-jalan yang menghubungkan antar ruang juga terbangun dengan pola ruang yang sangat jelas. Lenyap seketika keletihan yang saya rasakan dalam penantian di Airport Schipol Amsterdam, setelah saya melihat ternyata sebuah kota dapat ditata dengan begitu cantiknya, tidak hanya ketika kita berada di dalam kota itu, bahkan juga ketika kita melihat dari pandangan “atas” , kita bisa menikmati arti sebuah “estetika” kota, sebuah keywords yang senantiasa didengungkan almarhum Bpk Zain Rachman.

Ketika kami telah melewati wilayah Netherland, dan memasuki wilayah German (lagi2 saya teringat pada almarhum), saya mendapat ilustrasi yang sesungguhnya mengenai konsep urban lanskap yang tidak hanya ditata dengan kaedah “estetika” namun juga dibangun dengan memperhatikan kaedah “ekologis”. Sepanjang jalan yang menghubungkan antar ruang, saya mengamati jejeran pohon yang sangat masif, yang sangat saya yakini berfungsi utama untuk mereduksi polusi udara dan kebisingan yang berasala dari kendaraan bermotor. Pada tengah kota terlihat kumpulan pohon yang tertata sangat rapi, yang juga sangat saya yakini fungsi utamanya sebagai “paru-paru kota”, serta pada kawasan pinggir kota, dengan jelas saya dapat melihat green belt yang membatasi kawasan perkotaan dan pedesaan...

Subhanallah, setelah 20 tahun bergelut di dunia Lanskap, saya diberi kesempatan oleh Allah swt, untuk melihat dengan sesungguhnya ilustrasi realitas dari Urban Landscape yang baik dalam proses belajar yang tidak direncanakan. Terima kasih ya Allah, telah memberikan saya pembelajaran melalui proses taddabur alam, “Engkau maha pemberi”

Tidak ada komentar: