Jumat, 21 November 2008

Kisah sang ayah dalam 24 Jam

Dalam 24 jam ini, dua orang sahabat menceritakan kisah tentang suami dan diri mereka dimana saya mengalami pelajaran hidup kisah seorang ayah dari kedua sahabatku ini.

Dikisah pertama, seorang sahabat yang mendapat tugas dari kampus untuk presentasi keluar kota, mengisahkan kisah duka nya terhadap kekecewaan pada suaminya yang tidak perduli pada keselamatan anak perempuan semata wayangnya. Anaknya yang kelas 3 SMA harus melakukan belajar tambahan dengan mengikuti bimbingan test dan pulang pada pukul 8 malam. Lokasi bimbingan terletak jauh dari rumah, yang harus ditempuh dengan 2 x berganti angkot, namun melewati jalan riau dan bangka yang gelap serta melewati terminal bus yang banyak preman. Mengingat kondisi Bogor yang banyak mengalami penculikan anak serta kasus mutilasi dan perkosaan yang sanga merebak akhir2 ini sang sahabat hanya bisa sesak nafas dan menahan isak selama perjalanan pulang di jalan tol, karena pada sore hari nya ketika ia dalam kondisi diatas panggung sudah menitipkan anaknya untuk dijemput sang suami. Suami membalas sms dengan mengatakan bahwa dia ada meeting. Namun ketika pk 8 malam, sang putri sibuk mengontak sahabatku ini dalam nada kecemasan. Dan apa nyana, ketika sang suami di telpon, dia malah sedang asyik menghabiskan malam dengan teman2 ngerumpinya di sebuah hotel di Jakarta, yang notabene malam itu hadir tanpa didampingi suami2 mereka. Saya hanya bisa menyabarkan sahabatku ini, agar berdoa pada Allah agar sang putri diselamatkan oleh Allah dan menasehatinya untuk bersabar memiliki suami yang kurang mementingkan dan kurang perhatian pada keluarganya.

Belum genap 24 jam kejadian tadi malam yang terbawa mimpi itu, sore ini aku kembali mendapat telpon dari sahabat lainnya yang bekerja di BRR. Lama tak bersapa, pembicaraan tiba pada pembahasan tentang anak, mengingat aku juga punya seorang anak yang sedang duduk di kelas 3. Dengan bangga sahabatku ini bercerita anaknya masuk FKG UI. Dengan ringan saya menanyakan pada dia “peran apa yang telah kau lakukan sebagai seorang ayah, sehingga anakmu bisa berhasil masuk universitas yang sangat bergengsi itu?” Dan pertanyaan itu memancing cerita, yang kembali membuat aku termenung, betapa hebatnya sahabatku telah berhasil menjalankan perannya sebagai seorang ayah. Ia bercerita, bahwa anaknnya telah mengalami kegagalan untuk mengikuti test UMB di Unpad dan di UI. Ia berangkat umroh untuk minta petunjuk Allah, seketika pulang dari Umroh, ia resign dari BRR yang telah memberinya gaji puluhan juta rupiah, dan ia mendampingi, mengantar dan menjemput anak gadisnya untuk pergi bimbingan test di Jakarta, (mengingat ia menyadari bahwa putrinya sangat membutuhkan dukungan moril dirinya juga), selain dukungan moril istrinya yang juga wanita bekerja. Saya tidak dapat membayangkan, ia yang berkantor di Dermaga, harus mengejar jam2 bubar bimbingan test anaknya di Jakarta, dan melakukan dialog intensif dengan putrinya untuk memberi motivasi agar anaknya berhasil. Dalam waktu se bulan, dia membuktikan pada dunia, bahwa ia adalah seorang ayah yang patut menjadi panutan dan teladan dan anaknya berhasil masuk UI melalui jalur UMPTN.

Terima kasih Tuhan, dalam 24 jam ini engkau memberikan pelajaran padaku tentang dua laki-laki yang berada pada titik ekstrim kanan dan kiri. Mudah2 an kisah pembelajaran ini dapat menjadi inspirasi bagi diriku untuk mendidik ke tiga anak laki-lakiku menjadi ayah di kisah terakhir, bukan dikisah pertama……………..amien