Senin, 22 September 2008

KOEN

Koen, merupakan istilah yang biasa digunakan oleh anak-anak usia SD di Jepang untuk menyebutkan kata lain dari Pocket Garden, atau Taman lingkungan. Namun pengucapan “Koen” memberikan imajinasi tersendiri bagiku. Karena ketika aku melalui masa SD di SRIT, maka ketika kudengar ibuku mengajak ke Koen, maka kami akan sangat bahagia, karena berarti kami bisa bermain bebas di luar rumah, di taman dekat rumah, sambil mami membawa adikku yang masih bayi berjemur di hangatnya matahari pagi. Kami yang hanya boleh pergi keluar rumah dengan supir papi (krn mungkin papi dan mami sangat khawatir dengan keselamatan kami), kadang merasa sangat “lepas” dan “ bebas” jika sedang bereksplorasi di Koen.

“Koen” ini pula yang menjadi sebuah media yang sangat membantu aku dalam memberikan kebahagiaan yang sama bagi anak-anakku, yang lebih banyak menghabiskan waktu di Koen, dibandingkan waktunya bersama aku ketika kami memperoleh kesempatan melanjutkan studi di Tokyo. Ketiga anakku, akan sangat sibuk bermain dengan teman nya masing-masing di 3 Koen yang berada disekitar tempat tinggal kami. Hari Minggu, ketika aku memiliki waktu luang (karena kadang hari minggu pun saya harus ke kampus, dan suami bekerja), maka, dengan sepeda saya harus berkeliling di 3 koen tersebut untuk melihat kebahagiaan anak saya dari jauh, sambil harap2 cemas akan keselamatan mereka.

Perbedaan mendasar kebahagiaan yang dirasakan aku dan anakku adalah pada kehadiran seorang ibu. Jika ketika kecil, aku harus ke koen selalu bersama mami, maka anakku menikmati koen dengan teman sebaya tanpa kehadiran seorang ibu, karena budaya di Jepang memberikan kebebasan bagi anak2 bermain di Koen. Koen dianggap sebagai tempat yang sangat aman bagi anak untuk bereksplorasi dan menikmati dunia “bermainnya”.

Dalam pengembangan sebuah kota pada negara maju, maka kehadiran pocket garden atau taman lingkungan (seperti koen tersebut diatas), yang dapat memberikan tempat bagi warga sekitar untuk bersosialisasi dan berinteraksi, merupakan suatu hal yang primer dalam memenuhi kebutuhan fasilitas bagi publik. Pada taman lingkungan tersebut biasanya juga disediakan sarana bagi bermainnya anak-anak, sehingga mereka bisa menikmati dunia mainnya dengan aman dan tenteram.

Konsep Koen seperti yang saya alami di Tokyo, saya amati terdapat pula pada beberapa kota yang berhasil saya potret pada beberapa kali kunjungan saya dalam beberapa course atau kujungan internasional seminar. Di Taipei, Bonn, Oldenburg, Amsterdam, Berlin, Bremen, Osnabruck dan Hamburg, saya dapat mengamati kebahagiaan anak-anak yang terpancar ketika sedang bermain dengan alat-alat yang dapat membangkitkan kreativitas, serta menanamkan keberanian anak-anak dalam beradventure ria.....

Bagaimana dengan kota-kota di Indonesia? Bilakah saatnya tiba bagi kita, para pakar landscape untuk dapat memperjuangan keberadaan taman lingkungan yang kita yakini juga sangat plays an important role dalam kesehatan jiwa anak cucu kita kelak? Apakah kita akan biarkan mereka menjadi generasi plays station dan X-Box?

Tidak ada komentar: